Minggu, 10 April 2011

Nikahilah Wanita Karena…….???


Ada sebuah hadits Rasulullah SAW, bunyinya kira-kira begini : “Nikahilah wanita karena empat alasan. Pertama karena hartanya, kedua karena kecantikannya, ketiga karena keturunannya dan keempat karena agamanya. Maka pilihlah wanita karena agamanya (yang baik).”

Bertahun-tahun, aturan ini dipakai oleh banyak laki-laki sholeh dalam memilih jodoh. Dengan latar belakang apapun, harta melimpah atau sederhana, wajah ganteng atau biasa saja, keluarga ningrat atau kawula alit, mereka mengedepankan agamanya yang baik sebagai syarat jodohnya.

Semakin berkembangnya waktu, ada sebuah hal yang menarik yang kemudian membuat saya mengambil teori baru. Ada perubahan ‘aturan’ yang diperintahkan oleh Rasulullah dalam memilih istri. Menikahi wanita, memang dengan landasan empat perkara, yaitu karena hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya dan karena agamanya. Tapi alasan utama memilih istri bukan lagi karena agamanya yang baik, tapi sesuai dengan urutan, yaitu dari hartanya, kecantikannya, keturunannya, baru agamanya. Yang lebih fenomenaal lagi adalah, nikahilah wanita karena HARTA nya.

Ada argument yang membuat saya menyatakan ini. Menikahi wanita karena hartanya, seakan-akan menyempurnakan segalanya. Coba saja anda menikahi wanita kaya (kaya secara pribadi atau kaya secara keluarga). Kita semua tentu maklum, sebagian besar wanita (masih ada segelintir yang tidak) sangat mendambakan memiliki wajah dan penampilan yang menarik. Kalo pada dasarnya cantik, maka tanpa perlu atau hanya sedikit dipoles maka akan kelihatan cantik. Tapi bagaimana yang wajahnya biasa saja atau bahkan cenderung jelek? Maka jalan pintas menjadi cara paling mudah. Tak terhitung berapa banyak wanita yang rela mengeluarkan ratusan ribu atau jutaan (bahkan mungkin miliaran) rupiah untuk memoles agar kelihatan cantik, baik secara instan, atau berkala. Ribuan wanita mengantri menjadi pasien bedah plastik, klinik suntik botox atau salon kecantikan. Belum termasuk konsumen obat pelangsing, cream pemutih wajah dan tubuh, serta alat dan barang kosmetik lainnya. Coba anda hitung saja, biaya cream pemutih wajah satu paketnya sekitar 60 – 100 ribu rupiah, bertahan hanya selama 7-10 hari. Dengan promosi bahwa sanggup memutihkan wajah selama 6 minggu, maka dibutuhkan pemakaian sebanyak 5-6 paket. Artinya, seorang wanita membutuhkan biaya sekitar 300 – 400 ribu per bulan untuk membuat wajahnya kelihatan putih (meski belum pasti akan putih). Belum juga dihitung dengan barang kosmetik pendukung lainnya semisal pelembab, eye shadow, lipstick dll yang memakan anggaran hampir sama dengan cream pemutih wajah. Padahal, jika penggunaan kosmetik yang jika menunjukkan hasil wajah putih dihentikan, maka wajahnya akan kembali sedia kala seperti sebelum menggunakan cream. Nah pertanyaannya adalah, wanita mana yang bersedia menganggarkan sekitar 800 ribu per bulan (dan akan bertambah mengikuti fluktuasi harga) selama hidupnya hanya untuk urusan “dempul” wajah, jika bukan orang yang mempunyai uang berlebih.

Pun sama dengan cara instan, sekali suntik botox misalnya, atau urusan ke salon, bahkan sampe operasi pembesaran (atau kalo sudah dibesarkan, karena merasa kebesaran akhirnya dikecilkan) bagian tertentu wanita, penarikan kulit keriput serta pengangkatan sel kulit mati, sudah barang tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang akan berlangsung selama hidup.

Artinya, dengan menikahi wanita yang kaya, maka urusan cantik, mungkin saja bisa didapatkan.

Lalu bagaimana dengan alasan keturunan? Keturunan yang dimaksud disini adalah keluarga atau kalau saya boleh menspesifikkan adalah derajat keluarga (meskipun ada juga yang menyatakan bahwa keturunan disini adalah berasal dari keturunan keluarga baik). Di negeri ini, bahkan diseluruh penjuru bumi, maka orang kaya dianggap memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding orang biasa atau orang miskin. Contohnya lihat saja kalo anda ke bank, jika anda mengajukan kredit pinjaman, anda hanya pakai sandal jepit, kaos oblong dan celana panjang lusuh, anda akan disuruh antri di lobby. Tapi jika anda datang diantar mobil mewah, berjas dan berdasi seakan mencitrakan diri sebagai eksekutif (yang kaya atau berlagak kaya), saat anda datang ke bank untuk melakukan pinjaman, saya jamin anda akan langsung diarahkan menuju ruang meeting atau ruang tunggu ekslusif (satu paradoks yang saya alami ketika datang ke bank hanya dengan baju biasa dan saat datang berikutnya menggunakan dasi).

Dengan mempunyai banyak harta, maka derajat juga akan terangkat. Dalam sebuah legenda Siti Nurbaya, ada satu sosok antagonis bernama Datuk Maringgih. Disebutkan bahwa dia ini adalah tukang rendahan dahulu kala, namun kemudian menjadi orang kaya. Meskipun bukan dari kalangan bangsawan atau tetua adat, justru para Sutan dan Pemimpin Nagari sangat menghormatinya dikarenakan kekayaan yang berlimpah. Hal yang membuktikan, bahwa dengan harta, maka derajat bisa dibeli.

Maka dengan harta melimpah, dasar untuk menikahi wanita karena keturunannya sudah tercapai.

Dan yang terakhir, alasan menikahi seorang wanita karena agama. Hal inilah yang sebenarnya diperintahkan oleh Allah, sebagai patokan dalam memilih istri. Namun sebenarnya, dasar agamapun bisa dibeli, gak percaya, mari saya tunjukkan fakta.

Negara kita adalah Negara yang sebagian besar penduduknya adalah masyarakat feodal, bukan hanya di desa, tapi juga ada di kota. Saya pernah menulis, keheranan saya dengan sikap (maaf) golongan habaib yang enggan bersalaman secara sempurna dengan jamaahnya. Seorang habaib diartikan adalah keturunan Rasulullah SAW. Para habaib ini, sering hanya sekedar menyentuhkan ujung jarinya kepada orang lain saat bersalaman, bahkan sering tidak bersentuhan sama sekali. Inilah ciri masyarakat tradisional Indonesia, yang merasa bahwa seorang habaib sebagai keturunan langsung Rasulullah, maka dengan bersalaman saja akan mendapatkan berkah. Padahal semestinya kita ingat, bahwa Rasulullah tak lebih dari seorang manusia biasa yang diberikan keistimewaan sebagai pembawa Risalah Allah dimuka bumi, sehingga Allah begitu mengasihinya. Jika mengharap ridha Allah dan mencintai Rasulullah, mengapa kita tidak berdoa langsung kepada Allah. Jika kita mecintai Rasulullah, mengapa kita tidak bersholawat atas dirinya secara langsung dan bukan mencari perantara lewat manusia lain yang derajatnya tidak lebih tinggi dari Rasulullah??

Kembali ke tema, tipikal masyarakat kita adalah feodal, selain dengan uang, maka derajat juga bisa dibeli dengan “label”. Label itu adalah Haji. Seseorang dengan gelar haji, saya jamin akan meningkatkan ‘gengsi’ dan statusnya (Udah liat film ‘Emak Pengen Naik Haji’ khan??), selain itu seseorang yang sudah naik haji akan dianggap orang yang sudah mengerti agama dengan baik (sesuai dengan konsekuensi gelar haji tersebut). Dengan kata lain, Haji = Sholeh (Hajjah = Sholehah).

Oleh karena itu pula, seseorang dengan gelar haji, biasanya akan merubah penampilan. Kalo dulu kemana-mana gak pernah pake peci, sekarang setiap keluar rumah selalu menggunakan peci haji dan baru akan menoleh jika disapa “pak haji”. Atau bagi wanita, jika dulu sebelum naik haji belum berhijab, setelah naik haji maka mulai kerudungan atau berjilbab, meski kadang keluar rumah di teras justru tak berjilbab (padahal, jilbab ini tidak mengenal aturan haji, kalo sudah baligh, ya langsung berjilbab meski belum haji)

Ini konsekuensi dari gelar haji/hajjah yang disandang. Artinya, derajat naik karena “label”. Sekarang permasalahannya, coba anda perhatikan berapa biaya haji di Indonesia. Pasti anda paham, bahwa butuh bertahun-tahun bagi orang yang hidup biasa-biasa aja untuk menabung biaya haji. Tapi hanya butuh sepuluh detik untuk satu tanda tangan di selembar cek / slip transfer, bagi orang kaya untuk mendapatkan kursi haji.

Bahkan jika sudah lunas biaya haji pun, butuh 3-4 tahun bagi orang yang hidup biasa-biasa saja agar dapat berangkat haji karena waiting list yang panjang. Tapi bukan menjadi masalah bagi orang kaya, karena jatah Haji Ekslusif alias ONH Plus tentu saja dengan biaya yang berlipat dibanding biaya normal, dengan mudah dilunasi secara singkat.

Dan ketika musim haji telah berlalu dan anda mendapatkan gelar haji/hajjah, maka anda dianggap orang yang telah mengerti agama.

Dengan menikahi wanita yang kaya, maka anda mendapatkan harta, kecantikan, derajat dan agama.!!

Teori ngawur??? terserah anda mendefiniskannya.

1 komentar: